Diduga Uang Pelicin 1 Miliar, Menristekdikti Keluarkan Surat Sakti

JAKARTA, Fokuskriminal.com – Ketua LBH Phasivik Agus Rugiarto SH MH menduga Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) menerbitkan “Surat Sakti” dengan uang pelicin sebanyak 1 miliar. Surat tersebut adalah Surat kaputusan (SK) Menristekdikti nomor 670/I/KPT/2017 tanggal 5 Desember 2017.

Dilansir dari sasklik.com, dikatakan Agus dalam konferensi pers diadakan di Resto American Hamburger Hotel Ibis Cikini Jakarta Pusat, Kamis (24/1/2019).

Ia menjelaskan, gegara surat sakti tersebut, kini kliennya harus berurusan dengan hukum pidana.

“Sebenarnya masalah ini adalah masalah sengketa kepemilikan STIFAR PIM di Malang. Antara pihak Yayasan Putra Indonesia (YPI) yang menjadi klien kami dengan pihak Yayasan Putra Indonesia Malang (YPIM), yang baru,” jelas Agus.

Dijelaskan Agus, pada pengadilan Negeri dan Tinggi, YPI dinyatakan sebagai pengelola yang sah. Saat ini proses hukum sedang berjalan di tingkat kasasi. Ditekankan oleh Agus, hingga saat ini putusan hukum masih belum inkra (berketetapan hukum tetap).

“Ketika dalam proses pengajuan banding kasasi mereka, tiba-tiba kita menemukan surat sakti dari lawan yang kalah. Menerima surat dari Menristek Dikti, bahwa pengelolaan STIFAR itu berangkat ke mereka, ke YPIM.”

Agus merasa keluarnya SK ini tidak wajar karena dualisme yayasan masih proses kasasi. Karena masih status quo, seharusnya tidak boleh menteri mengeluarkan SK pengalihan kampus. Berangkat dari kecurigaan tersebut, LBH Phasivik bersama YPI cari bukti. Mereka menemukan dalam pembukuan STIFAR, penggunaan uang sebesar 1 miliar. Diduga uang tersebut digunakan untuk pengurusan SK.

“Ternyata surat itu dimanfaatkan YPIM untuk melaporkan Ketua YPI Rizfan Abudaeri dan Bendahara Ninik Damayanti ke Polda Jawa Timur. Dampaknya Ketua dan Bendahara YPI dijadikan tersangka. Dengan pasal memasuki pekarangan Kampus dan pasal penggelapan. Karena akibat dari SK Menristekdikti,” kata Agus.

Ditambahkan Agus, dengan surat sakti dari Menristekdikti tersebut juga dimanfaatkan YPIM untuk menguasai Kampus. Dengan dasar SK tersebut juga digunakan untuk mengalihkan operasional keuangan dari YPI ke YPIM. Operasional pengalihan Kampus mengakibatkan sekitar 50 pegawai terancam tidak memiliki pekerjaan.

“Apakah Menristekdikti mau menanggung semua resiko itu. Ketika Ketua dan Bendahara YPI di penjara dan wajib membiayai keluarganya yang ditinggalkan. Menristekdikti pun harus menanggung kehidupan Keluarga 50 Pegawai YPI. Hanya gara-gara penerbitan SK nomor 670/KPT/1/2017 yang tidak prosedur itu,” kata Agus.

Ketua LBH Phasivik meminta Menristekdikti bertanggungjawab atas semua ini. Semua ini berawal dari diterbitkannya SK yang dinilainya cacat hukum.

“Ketika klien saya dikriminalisasi akibat SK menteri ini, saya minta tanggung jawab. Kita menuntut menristek bertanggung jawab atas penerbitan SK menteri ini,” ujar Agus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *