PT Rifansi Dwi Putra Diduga Gunakan Tanah Galian C Tanpa Izin, “Minggu Depan PP GAMARI Layangkan Surat Resmi ke Polda Riau”

 

 

 

PEKANBARU, Fokrim — Proyek Pembangunan sekaligus penimbunan lokasi pengeboran Sumur Minyak di Daerah Balam KM 0, Kecamatan Bangko Pusako. Yang dikerjakan PT Rifansi Dwi Putra, Sub Kontraktor PT. Chevron Pasific Indonesia ( CPI). Berdasarkan informasi yang dihimpun, bahwa Pelaksanaan Proyek Pertambangan yang berujung Kegiatan Eksploitasi Sumber Daya Alam itu, melakukan pengerukan Tanah (Galian C) di Negeri Seribu Kubah dan disinyalir telah lama beroperasi.

Kuat dugaan aktivitas tersebut tidak mengantongi izin resmi dari instansi terkait. Izin yang dimaksud adalah IUP OP (Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi) yang diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) Republik Indonesia.

 

Kabarnya perusahaan yang dipimpin sekaligus dimiliki oleh oknum atas nama Ir Ricky Sinambela itu, telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Kawasan Kepenghuluan Manggala Sakti, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, dan hal itu telah memunculkan beragam Polemik ditengah – tengah masyarakat.

 

Ditemui pada saat berada di Kantor Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Jum’at (5/3/2021) Larshen Yunus, selaku Ketua Presidium Pusat (PP) Gerakan Aksi Mahasiswa Alumni Riau (GAMARI) angkat bicara.

 

Menurut Pria Tinggi Tegap itu, temuan yang dimaksud telah memenuhi standar Pengaduan Kepada Aparat Penegak Hukum.

 

“Pantauan kami, bahwa sejauh ini Kegiatan Usaha Pengerukan Tanah maupun Pasir (Galian C) di Daerah Kabupaten Rokan Hilir itu sangat minim pengawasan dari instansi terkait. Termasuk bagi Aparat Penegak Hukum di Kabupaten Rokan Hilir maupun di Ibukota Provinsi. Kalau dibiarkan, bisa jadi kedepannya akan timbul bencana atas kerusakan ekosistem yang ada” tutur Larshen Yunus.

 

Berdasarkan data otentik PP GAMARI, bahwa sampai saat ini tidak ada satupun Perusahaan yang mengantongi izin resmi, terkait kegiatan galian C.

 

“Iya benar, informasi yang kami leroleh dari Dinas ESDM Provinsi Riau, bahwa tidak ada satupun orang maupun kelompok (Perusahaan) yang memiliki dan mengantongi Izin IUP OP, dengan demikian kalau masih ada yang beroperasional, maka sudah bisa kita bilang kegiatan tersebut Ilegal, masuk kategori Perbuatan Melawan Hukum (PMH)” tegas Yunus, sapaan akrab Aktivis anti korupsi itu.

 

Lanjutnya lagi, bahwa organisasi yang dipimpinnya mengetahui asal usul lahan yang dijadikan aktivitas ilegal itu.

 

“Temuan kami dan didukung dengan informasi masyarakat setempat, bahwa lokasi dan lahan tersebut milik salah satu warga Kepenghuluan Manggala Sakti, dengan inisial ORO, lahan tersebut seluas +-5 Hektar,” imbuhnya.

 

Yunus yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Gabungan Lembaga Anti Korupsi Indonesia itu juga katakan, bahwa dari lahan +-5 Hektar tersebut, telah berulangkali menghasilkan ribuan kubik tanah dan diangkut oleh armada mobil Truk dengan identitas PT Rifansi Dwi Putra.

 

Atas Temuan tersebut, Aktivis PP GAMARI berencana akan melayangkan laporan resmi ke Polda Riau, melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (DIT RESKRIMSUS).

 

“Selain kasus galian C, bahan bukti permulaan dari kami adalah terkait adanya kejahatan administrasi (pembohongan publik) yang dilakukan oleh Manajemen PT Rifansi Dwi Putra. Karena hasil dari konfirmasi Pak Tatang, selaku Supervisor di perusahaan itu, izin IUP OP yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal itu diterbitkan atas nama Perusahaan PT Batata Tunas Perkasa dan berada di Daerah Kabupaten Rokan Hulu (ROHUL) bukan Rokan Hilir (ROHIL),” ungkap Yunus dengan nada kesal.

 

Sampai diterbitkannya berita ini, berdasarkan pengakuan dari Datuk Penghulu Manggala Sakti, dan Haji Husnizal Dodi S.Pd.i, mengatakan, “bahwa dirinya belum ada menerbitkan Surat Rekomendasi (Surat Izin) untuk pengurusan kegiatan usaha galian C.

 

“Kalau dalam minggu ini belum ada itikad baik dan kejelasan dari perusahaan tersebut, InshaAllah minggu depan kami akan layangkan surat laporan resmi ke Polda Riau dan bila perlu juga didukung Aksi Demonstrasi ke Polda Riau dan Kantor PT Rifansi Dwi Putra.

Sampai berita ini diturunkan pihak media belum mendapatkan konfirmasi dari pihak PT Rifansi Dwi Putra.

Sementara itu di waktu dan tempat berbeda pakar hukum pidana UIR DR YUDI KRISMEN ,SH.,MH mengatakan bahwa mengenai perizinan terhadap penambangan pasir galian C diatur dalam Pasal 67 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2009. Tentang Penambangan Mineral dan Batubara, berbunyi; Bupati/Walikota memberikan IPR terutama kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi. selanjutnya ayat

(2) mengatakan bahwa : Bupati/Walikota dapat melimpahkan kewenangan pelaksanaan pemberian IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada camat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya salam ayat (3) untuk memperoleh IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon wajib menyampaikan surat permohonan kepada Bupati/Walikota.

Kemudian dalam pasal 48 menyatakan bahwa : IUP operasi produksi dapat diberikan oleh:

a. bupati/walikota apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota;

Apabila pelaku usaha baik perorangan atau perusahan tidak mengantongi izin dimaksud di atas dalam pasal 67 ayat 1,2 dan 3 UU No. 4 tahun 2009, maka perbuatan pelaku usaha dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 158, yang berbunyi:

 

“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.

 

Dalam hal penindakan, pihak berwajib dapat melakukan tindakan tanpa menunggu ada laporan resmi masyarakat, karena yang dirugikan adalah negara dalam hal ini Pemerintah Rohil. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *