Kediri, Fokuskriminal.com – Sejak dimulainya proses penggilingan tebu pada musim panen ini, memunculkan kepulan asap yang begitu pekat yang keluar dari corong-corong asap milik PG Pesantren Baru.
Perlu diketahui, PG Pesantren Baru yang merupakan satu-satunya pabrik gula di Kota Kediri tersebut, Berproduksi selama 6 bulan sekali secara non-stop atau setara dengan 24 jam, proses produksi gula biasanya dimulai pada bulan Mei sampai Oktober. Diketahui bahwa pada akhir bulan Mei dan awal Juni kemarin, merupakan jadwal pelaksanaan giling tebu pada masa tanam 2021 di wilayah Jawa Timur, tak terkecuali bagi PG Pesantren Baru yang terletak Jl. Mauni No.334 D, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri.
Walaupun jelas PG Pesantren dapat mengangkat perekonomian Kota Kediri khususnya bagi karyawannya, namun disisi lain juga terdapat dampak negatif dari limbah yang dihasilkan. Limbah tersebut berbentuk limbah padat, cair dan gas. Limbah Pabrik Gula Pesantren baru tersebut dari segi udara maupun air memberikan dampak buruk bagi kesehatan masyakarat di Desa Tugurejo Kecamatan Ngasem.
Proses produksi yang sangat pesat tersebut, membuat pihak PG Pesantren Baru “diduga” kurang memperhatikan dampak negatif yang dihasilkan dari sisa hasil proses produksi atau biasa disebut limbah.
Limbah merupakan salah satu sektor penyumbang pencemaran lingkungan yang dihasilkan oleh industri. Pencemaran tersebut bisa dalam bentuk asap maupun debu yang kemungkinan besar sangat merugikan masyarakat, baik dalam segi kesehatan, seperti contoh bagi kesehatan paru-paru atau sistem pernafasan, serta bagi indera yang lain seperti kulit, mata dan lainnya.
Kesehatan menjadi terganggu akibat dari limbah padat yang berupa abu dan debu yang menyebar di Desa Tugurejo. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya pernafasan terutama pada bayi dan anak-anak terserang flek, masyarakat lain juga ada yang merasakan radang pada mata dan tenggorokan. Kemudian dari segi limbah cair, masyarakat yang menyentuh air sungai yang terkontaminasi oleh limbah pun terserang iritasi kulit dan merasakan gatal-gatal.
Warga Tugurejo yang letak wilayahnya berdekatan dengan PG Pesantren Baru sangat mengeluhkan limbah yang ditimbulkan dari corong asap milik pabrik, berupa debu yang setiap hari mengenai rumahnya, belum lagi bau menyengat akibat dari hasil sisa aktivitasnya.
Awak media sempat menemui salah satu warga Tugurejo menuturkan, “Kita masyarakat kecil tidak bisa berbuat apa-apa, meskipun ada sumbangkan atau bantuan dari dampak limbah atau produksi pun. Selama ini juga belum pernah saya menerimanya, tapi juga ngak tau kalau warga lain yang menerima,”.
“Selama ada pabrik gula pesantren kok saya ngak pernah dapat bantuan sekalipun, (pernah dulu dapat gula, tapi sekarang sudah ngak pernah). Sebenarnya bantuan berupa apapun saat ini sangat dibutuhkan masyarakat, khususnya Desa Tugurejo. Apa lagi ini pandemi Covid juga tak kunjung usai” terang warga Tugurejo lain saat ditemui awak media.
Awak media juga menghubungi GM Pesantren Baru, Bapak Roh Sudiyanto melalui sambungan seluler mengatakan, “Sementara waktu belum ada keluhan dari masyarakat, semisal ada keluhan dari masyarakat kita cek. Kita ada tim dari masyarakat, ada dari PG juga ada sama dari Kecamatan”.
Lebih lanjut, saat awak media meminta konfirmasi Bapak Agung selaku Kepala Desa Tugurejo melalui sambungan telepon mengatakan, “Kita sudah berkoordinasi terus, kemarin kita itu juga ada tim terbentuk di setiap RW untuk mengajukan (rundingan). Sebenarnya kita komplain terus, akan tetapi di situ BUMN istilah gimana ya. Dampak sebenarnya kalau untuk masyarakat kita parah banget itupun dari zaman dahulu, sebelum saya lahir dari zaman (Belanda)”,
“Kalau untuk saat ini dampaknya sudah sangat berkurang, setelah kemarin kita negosiasi atau segala perbaikannya sudah agak mending berkurang tetapi masih. Umpama kemarin itu 100%, ini mungkin sekitar 75% sedikit saja kurangnya, terutama dari abunya parah. Kalau bau dari desa kami tidak begitu, tetapi yang berdampak banget itu debu. Kemarin sudah saya laporkan ke dewan, ke Mas Bup, tetapi belum ada tindakan juga” pungkasnya.(Tim)