Kabin Bus Diintai Royalti Musik, PO Pilih Putar Video Ludruk atau Pengajian

Kabin Bus Diawasi Royalti Musik, Para PO Kini Memilih Menyiarakan Video Ludruk atau Pengajian

Kabin Bus Diawasi Royalti Musik, Para PO Kini Memilih Menyajikan Video Ludruk atau Pengajian

Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) turut mengawasi royalti musik yang diputar di dalam kabin bus, kini para pengelola putar lagu memilih menggunakan ludruk

10drama.com -/ Regulasi

Irsyaad W 21 Agustus, 13.10 21 Agustus, 13.10

10drama.com –– Armada bus perusahaan otobus (PO) kini tidak lagi memainkan musik selama perjalanan.

Mereka kini memilih menonton video ludruk atau pengajian dari dai terkenal.

Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 mengenai pengelolaan royalti hak cipta lagu dan/atau musik.

Mereka menghindarinya dengan menonton video lucu atau ceramah agar terhindar dari tagihan yang muncul dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

“Memang jika dilihat dari PP tersebut, pengusaha bus dikenai royalti jika menggunakan musik atau lagu yang telah terdaftar atau masuk kategori di LMKN. Saat ini kami berusaha menghindarinya,” kata Suryono Pane, pengusaha bus Kopi Langit 81, (19/8/25) dikutip dari 10drama.com.

Sebagai alternatif dari musik atau lagu yang bisa mengakibatkan pembayaran royalti, ia meminta kru bus untuk menayangkan video ludruk, campursari, atau pengajian dari dai terkenal.

Dimulai dari kelompok Kirun cs, Kartolo cs, kajian Ahmad Bahauddin Nursalim (Gu Baha), Ustaz Adi Hidayat atau Muhammad Iqdam Kholid (Gus Iqdam).

“Sekarang saya sudah menyampaikan kepada kru bus agar mulai lebih sering memainkan seni tradisional, seperti lawakan atau ludruk,” tambahnya.

Suryono menyatakan kekecewaannya terhadap pemerintah sejak adanya pengurangan royalti tanpa disertai dengan sosialisasi yang memadai.

Karena pengambilan royalti dari LMKN yang mulai dirasakan oleh sejumlah pemilik kafe atau hotel terlihat seperti tindakan premanisme yang berpura-pura sebagai pajak.

“Seharusnya hal ini disosialisasikan atau diberi tanda, yaitu lagu-lagu mana yang tidak termasuk dalam kategori royalti atau musik mana yang dihibahkan oleh penciptanya atau penyanyinya,” tegasnya.

Sementara perusahaan bis saat ini tidak sebaik tahun lalu.

Penumpang bus kini tidak sebanyak dahulu karena kondisi ekonomi serta banyaknya larangan atau pembatasan kunjungan ke luar kota bagi para siswa.

Sementara biaya operasional bus tetap stabil dan cenderung meningkat.

“Saya baru saja berusia 5 tahun memulai bisnis bus ini, jika peraturannya rumit dan tidak banyak diketahui tentu sangat memberatkan,” katanya.

Wawan, salah satu anggota kru bus, juga mengakui sangat kebingungan dalam melayani penumpang jika tidak mengetahui kategori musik yang dikenakan biaya royalti.

Mereka mengira bahwa seluruh musik yang telah beredar dapat dinikmati tanpa perlu membayar pajak.

“Jika memutar musik melalui ponsel, kita sudah membeli paket data. Karena sudah membayar, mengapa pemilik bus harus membayar lagi hanya karena musik,” katanya.

Ia berharap pemerintah saat ini setidaknya tidak membuat aturan yang terlalu rumit sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat kecil.

Tidak semua aktivitas dikenakan pajak. “Jika setiap hal kecil harus dikenakan pajak, maka akan menjadi sulit bagi kita. Seharusnya lebih bijaksana dalam menerapkan pajak,” katanya.

Kejadian serupa juga dilakukan oleh bus PO-PO di kawasan Jakarta.

 

Pemilik agen Sinar Jaya Tanjung Priok bernama Ali (43) mengakui bahwa 40 unit bus antar kota yang dimilikinya tidak lagi memainkan lagu selama perjalanan mengantar penumpang.

“Sudah kompak, Sinar Jaya, PO bus SAN, banyak bus yang kompak tidak menggunakan lagu sekarang,” kata Ali saat diwawancarai, (19/8/25) mengutip 10drama.com. Ali mengungkapkan, sekitar dua minggu terakhir bus Sinar Jaya yang berangkat dari Terminal Tanjung Priok tidak diperbolehkan lagi memainkan lagu.

Larangan tersebut diumumkan setelah Ali menerima himbauan dari kantor pusat Sinar Jaya agar tidak lagi memainkan lagu.

Namun, imbauan tersebut masih dalam bentuk lisan, belum diwujudkan secara tertulis.

“Hanya secara resmi belum ditulis, biasanya diumumkan, ini baru secara lisan saja,” kata Ali.

Meski secara lisan, Ali tetap mematuhi permintaan tersebut, karena takut tiba-tiba menerima tagihan royalti lagu.

“Jika dari kami sebenarnya keberatan, nanti akan lebih baik daripada diklaim (royalti) sejumlah ratus juta,” kata Ali.

Sementara salah seorang pengemudi bus bernama Enjun (43) mengakui masih memutar lagu saat mengantar penumpang.

“Kadang hidup (musiknya), karena penumpang meminta musik, itu pun kecil, tidak boleh terlalu keras,” kata Enjun.

Hal ini dilakukan Enjun karena perusahaan bis yang ia tempati belum melarang penggunaan musik.

Namun, jika nanti ada larangan resmi dari tempat kerjanya, Enjun mengakui akan mematuhi dan tidak akan lagi memainkan lagu di bus selama perjalanan.

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dari Kementerian Hukum dan HAM menyatakan bahwa setiap pelaku bisnis yang memainkan musik di tempat umum, seperti restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, hingga hotel, harus membayar royalti kepada pencipta serta pemilik hak terkait.

Kepala Divisi Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, menyatakan bahwa aturan ini tetap berlaku meskipun pelaku bisnis sudah menggunakan layanan musik digital seperti Spotify, YouTube Premium, atau Apple Music.

Layanan streaming bersifat pribadi. Ketika musik disajikan kepada umum di ruang usaha, maka termasuk dalam penggunaan komersial, sehingga diperlukan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” ujar Agung dalam keterangan tertulis, (28/7/25).

Pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 mengenai Hak Cipta serta Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 terkait pengelolaan hak cipta lagu dan/atau musik.

LMKN memiliki tanggung jawab untuk mengumpulkan dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta serta pemilik hak terkait.

Copyright 10drama.com -2025

Related Article

Related posts