Sejarah Gempa dan Tsunami Setinggi 36 Meter Terjang Flores

FOKUSKRIMINAL.COM – Pada 12 Desember 1992, tepat pada hari ini 26 tahun silam, gempa dengan magnitudo besar mengguncang Laut Flores. Badan Meterologi dan Geofisika mencatat magnitudo gempa itu ada pada skala 6,8. Namun, seperti dilaporkan Kompas (13/12/1992), lembaga geofisika Institut de Physique du Globeyang yang berkedudukan di Strasbourg, Perancis, mencatat magnitudonya mencapai skala 7,5.

Bencana ini diketahui menewaskan lebih dari 2.000 jiwa. Selain itu, tercatat 500 orang hilang, 447 orang luka-luka, dan 5.000 orang mengungsi. Secara keseluruhan tsunami menerjang pesisir utara Kabupaten Ngada, Ende, Sikka, dan Flores Timur. Diperkirakan 18.000 rumah, 113 sekolah, dan 90 tempat ibadah hancur karenanya.

Gempa dan Tsunami dashyay yang melanda flores, nusa tenggara timur tersebut merupakan salah satu terkuat di indonesia selain tsunami aceh 2004. petaka ini bermula saat gempa 7,5 skala ricter yang berpusat di kedalaman laut, 35 kilometer (km) arah barat laut kota maumere mengguncang lalu terjadi longsor bawah laut, yang membuat tsunami flores mematikan terjadi.

Di Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka, gempa terasa begitu kuat dan membikin ratusan bangunan runtuh. Bahkan beberapa kampung pesisir tenggelam karena daratan yang ambles. Lalu dalam beberapa menit, air laut perlahan naik dan gelombang tinggi menerjang pesisir setelahnya. Sejarak 75 hingga 300 meter daratan pesisir utara Flores porak-poranda dilamun air laut.

Daya rusak tsunami di beberapa titik jadi kian besar karena gelombang masuk ke teluk yang menyempit. Itu paling parah terjadi di Teluk Maumere dan Teluk Hading yang termasuk wilayah Larantuka. Harian Kompas (23/12/1992) melaporkan tiga kampung pesisir di Kabupaten Flores Timur lenyap disapu gelombang.

“Bersamaan dengan itu air berlumpur menyemprot dari dalam tanah dan menggenangi lubang di sekitarnya. Tiga menit kemudian air pasang datang dan menyeret semuanya. Banjir ini datang tanpa gemuruh. Gelombang pasang berlangsung lebih kurang 15 menit lamanya dan berkali-kali mendorong puing-puing rumah yang sudah hanyut diantara pohon-pohon kelapa yang tetap berdiri tegak. Ketika surut kembali, semua benda, rumah, perahu dan barang-barang lainnya seolah-olah disapu dibawa ke tengah laut,” tutur Kamilius Lukas, salah seorang penyintas bencana, seperti dikutip Kompas (8/1/1993).

Tak hanya itu kengerian yang menyertai gempa tersebut. Heriyadi Rachmad, perekayasa utama Museum Geologi Bandung, menyebut gempa ini juga memicu longsor di perbukitan. Heriyadi datang ke Flores hanya dua hari usai gempa dengan misi meneliti gempa dan dampaknya. Berdasarkan pantauannya, lokasi longsor paling parah ada di bagian tengah dan selatan Kota Maumere.

Massa batuan vulkanik dan pasir di perbukitan di sekitar Maumere terpecah oleh getaran gempa. Material longsor membikin akses jalan yang menghubungkan Maumere dan kota-kota sekitarnya putus. Ia juga mencatat terjadinya likuifaksi di beberapa titik.

“Lokasinya berada di pantai utara berjarak sekitar 400 m dari garis pantai ke daratan. Likuifaksi ini menimbulkan runtuhnya bangunan berat. Semburan pasir ini di beberapa tempat muncul pada sumur gali sehingga penuh terisi pasir. Sumur pun menjadi kering,” catat Heriyadi dalam laporannya yang tayang di laman Geo Magz.(*)

Sumber : Kompas, tirto.id,

Pos terkait

Tinggalkan Balasan