Gunakan Asas Kecukupan, Mutu Pendidikan Kaltim Terpuruk

Kalimantan Timur, FokusKriminal – Dunia pendidikan Kalimantan Timur dinilai sedang dilema, dari Biaya Operasional Pendidikan (BOS) tidak mencukupi kebutuhan sekolah dan sekolah harus dituntut terus jalan dengan keuangan yang sangat terbatas, faktor ini lah yang membuat kualitas guru berkurang dan kualitas siswa juga berkurang.

Menurut Budi Suyanto Ketua Forum Komite SMAN dan SMKN Kota Samarinda, untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak terlepas dari peran masyarakat yang akan berpartisipasi dalam pendidikan melalui komite sekolah sebab biaya pendidikan yang disalurkan melalui BOS masih bersifat terbatas untuk memenuhi kebutuhan sekolah.

Diperlukan alokasi anggaran pemerintah daerah Kalimantan Timur dan partisipasi masyarakat agar sekolah-sekolah semakin kuat dan berkualitas. Namun demikian progran wajib belajar (wajar) 12 tahun walaupun tetap dilaksanakan paling tidak pemerintah harus memenuhi kebutuhan sekolah melalui Biaya Operasional Sekolah Daerah (Bosda).

“Sejak dulu SMA dan SMK memang tidak gratis,” karena pendidikan Kalimantan Timur ini merupakan korban politik dengan pendidikan gratis padahal pemerintah tidak sanggup tapi dipaksakan dengan adanya program wajar 12 tahun tersebut membuat sekolah negeri tak diperbolehkan memungut biaya sekolah. kebijakan itu, saat ini dianggap bertentangan dengan UU Sisdiknas Pasal 49 dimana pendidikan bisa didanai melalui tiga pihak yakitu pemerintah pusat (Bosnas), pemerintah daerah (Bosda) serta masyarakat (komite sekolah).

Selaku komite mendorong partisipasi masyarakat untuk memajukan pendidikan. Diharapkan pemerintah, komite dan masyarakat musyarawarah bersama-sama untuk kepentingan pendidikan anak kita dan untuk diketahui SMK menerima bantuan operasional BOS baik dari Bosnas dan Bosda sebesar Rp. 2,5 juta pertahun persiswa. Padahal standar mutu pendidikan minimal kurang lebih 6 jutaan begitu juga dengan SMA dan siapa yang bertanggungjawab pemerintah Kalimantan Timur atau masyarakat lewat komite agar tercapai standar minimal operasional sekolah.

Terkait pungutan pendidikan berupa iuran sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) di satuan pendidikan menengah, bahwa pungutan tersebut tergantung dari pemerintah yakni Gubernur Kalimantan Timur dan kami harap Pergub wajar 12 tahun dihapus agar mutu pendidikan tidak terpuruk saat ini.

Sudah saatnya menarik iuran SPP SMA dan SMK karena bertujuan untuk memajukan sekolah dan jelas biaya pendidikan pada SMA dan SMK di Indonesia memang tidak gratis namun, pemerintah Kalimantan Timur menerapkan kebijakan menggratiskan biaya pendidikan untuk peserta didik melalui subsidi dana Bosda kepada SMA dan SMK tersebut.

Padahal “BOS itu prinsipnya bantuan untuk sekolah agar dapat menyelenggarakan pelayanan minimal. Kalau sekolah ingin maju, tidak mungkin hanya mengandalkan dana BOS saja,” ujar Budi yang juga ketua komite SMK Negeri 2 Samarinda.

Disisi lain Budi Wijayanto Ketua Jurusan Desain Permodelan dan Informasi Bangunan SMK Negeri 2 Samarinda, mengatakan biaya standar pendidikan khusus kejuruan minimal 6 jutaan pertahun persiswa karena kebutuhan sekolah kalau mau mutu pendidikan berkualitas. Dan kalau masih program wajar 12 tahun tetap berjalan pemerintah harus melengkapi kebutuhan pendidikan kalau tidak dilengkapi berarti wajar 12 tahun tidak berjalan apa yang diharapkan.

Seharusnya pendidikan Kalimantan Timur ini yang benar wajar 9 tahun diterapkan bukan 12 tahun dan Bosda diterima tidak standar pembiayaan pendidikan berarti bisa dikatakan asas kecukupan dengan kata lain mutu pendidikan sangat menyedihkan.

Beda dengan daerah DKI Jakarta, untuk Bosda nya tinggi sekali sekitar 6 jutaan dan masih menarik SPP dengan demikian asas kecukupan masih tidak cukup dan masih meningkatkan mutu pendidikan “kan sangat jauh bedanya,” padahal daerah kita memiliki Sumber Daya Alam (SDA) terbesar dan devisa terbesar pula.

Seharusnya perwali dan pergub harus dievaluasi atau dihapus karena tidak sesuai. Sudah jelas PP 48 tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan pasal 48 bahwa peserta didik, orang tua, dan/atau wali peserta didik dalam menutupi kekurangan pendanaan satuan pendidikan dalam memenuhi standar nasional pendidikan dan mendanai program peningkatan mutu satuan pendidikan diatas standar nasional pendidikan, ungkap Wijayanto. (Rey)

Related posts

Leave a Reply