Fokus Opini – Pada kesempatan ini saya mencoba menjelaskan bagaimana tahapan – tahapan yang dilakukan oleh AS dalam menyiapkan prajuritnya yang tergabung dalam cyber army-nya. Terkait ruang media ini tentu memiliki tempat yang terbatas sehingga hanya point – point pentingnya yang disampaikan, dengan harapan bisa menjadi bahan pembelajaran sekaligus studi literatur bagi kita yang sudah mulai menyiapkan cyber army ini.
Proses pembentukan Komando Pasukan Siber Angkatan darat AS berfokus pada penyediaan pasukan / prajurit elit siber untuk menghadapi serangan siber musuh. Berangkat dari kesadaran akan tantangan masa depan medan pertempuran berada di ruang siber, maka pada tahun 1980 – 1990 an komando utama Angkatan Darat AS mengelola sistem keamanan jaringan sendiri. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri terutama terkait kompatibilitas dan kerentanan pada teknologi komputernya, karena semakin mudah diakses dan bergantung pada infrastruktur berbasis internet. Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun 2002 Angkatan Darat membentuk Network Technology Command (NETCOM) sebagai otoritas tunggal untuk mengelola dan mempertahankan jaringan data tingkat mako, dan kesiapan dalam menghadapi peningkatan ancaman cyber terhadap bagian internet Angkatan Darat yang dikenal dengan nama LandWarNet.
Lalu pada tahun 2004 dilakukan penggabungan pusat keamanan operasi NETCOM dengan tim respons darurat komputer Intelijen dan Keamanan (INSCOM) yang dilatarbelakangi adanya analisa startegis bahwa pengamanan sistem data angkatan darat sangat urgen. Adapun kantor pusatnya saat itu berada di Fort Belvoir, Va.
Selanjutnya pada bulan Juni tahun 2009, Sekretaris Departemen Pertahanan AS mengarahkan masing-masing cabang dinas militer untuk berkoordinasi dalam upaya membentuk pasukan operasi cyber bersama. Termasuk tahun berikutnya, Kepala Staf Angkatan Darat George W. Casey menyetujui pembentukan Komando Cyber Amerika Serikat (ARCYBER) untuk mendukung pasukan gabungan baru ini. Angkatan Darat memusatkan komando-nya di Fort Belvoir, Va., sementara sebagian stafnya dekat dengan markas besar Badan Keamanan Nasional (NSA) di Fort Meade, Md.
Pada tahun 2012 Departemen Pertahanan AS mengarahkan Cyber Army-nya untuk menyiapkan masing-masing tim dengan kemampuan untuk memerangi dan melaksanakan operasi cyber. Tim-tim ini dijuluki Pasukan Misi Cyber dengan total sebanyak 133 tim. Tahun berikutnya, Cyber Army diarahkan untuk mendirikan markas pasukan gabungan baru untuk memberikan kapabilitas komando misi dalam mendukung tiga komando pejuang cyber DoD lainnya.
Pada bulan Juni 2013, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Raymond Odierno menyetujui pendirian Sekolah Cyber Angkatan Darat AS di Fort Gordon. Misi sekolah ini untuk menyatukan dan mengintegrasikan pelatihan dan karir bidang Cyber. Tugas pokok sekolah ini adalah menyediakan prajurit siber yang terampil, gesit dan terlatih dengan standar Departemen Pertahanan dalam rangka menangkal semua intrusi dari dunia siber. Fokus keahlian yang dihasilkan adalah para perwira masa depan dengan keterampilan Cyber Operations Officer, Teknisi Operasi Cyber dan Spesialis Operasi Cyber. Prajurit – prajurit yang dihasilkan ini terus diasah pengetahuan dan keterampilannya agar bisa beradaptasi dengan tantangan nyata di dunia siber. Termasuk penyesuaian – penyesuai organisasi dan jenjang karir bagi para prajurit siber ini terus dibenahi, hingga tahun 2018 diintegrasikan dalam sistem elektronik siber.
Akhirnya saat ini memasuki tahun 2019, ARCYBER berada di garis depan teknologi jaringan, mampu memastikan keamanan domain dunia maya sehingga pasukan AS dapat beroperasi dengan cepat, efisien dan aman. Ketika infrastruktur komputer tumbuh semakin maju dan mudah diakses, ARCYBER akan menjadi kekuatan yang selalu ada untuk memastikan keselamatan pasukan Angkatan Darat AS.
Akhirnya tidak ada salahnya jika kita belajar dari keberhasilan negara lain, agar Indonesia pun memiliki pasukan siber yang kualified karena walau bagaimana pun fakta – fakta menunjukkan bahwa medan – medan pertempuran masa depan secara riil berada di ruang – ruang siber. Meskipun tidak berdampak langsung secara destruktif terhadap infrastruktur fisik, namun dampak kerugian yang ditimbulkan bisa melebihi nominal kehancuran fisik itu sendiri.