LBH Padang, Hentikan Intimidasi dan Kriminalisasi Terhadap Petani Bidar Alam

Solsel, fokuskriminal.com – Konflik antara masyarakat Bidar Alam dengan PT. Ranah Andalas Plantation (PT RAP) semakin memanas dan meruncing saat ini. Konflik bermula adanya perjanjian kerjasama pembangunan kelapa sawit di tanah masyarakat dengan PT RAP sejak tahun 2006. Dalam perjalanannya, masyarakat merasa PT RAP tidak mematuhi isi perjanjian yang telah disepakati para pihak hingga merugikan masyarkat berpuluh-puluh tahun. Sehingga masyarakat melaporkan kasusnya kepada LBH Padang dan Walhi Sumbar untuk sesegera mungkin mendapat solusi atas penyelesaian permasalahan ini.

Hari ini, satu orang petani masyarakat Bidar Alam sedang menghadiri pemanggilan oleh pihak Polresta Solok Selatan atas dugaan tindak pidana pengancaman yang dilakukan saat konflik semakin memanas antara petani Bidar Alam melawan PT RAP. Hal ini dipicu karena PT RAP terus menerus melakukan panen namun tidak memberikan keuntungan apa-apa di pihak masyarakat. Ditempat terpisah, puluhan petani bidar alam melakukan panen sawit yang berada di tanahnya masing-masing karena jengah dengan PT RAP yang tidak memenuhi janjinya. Situasi akibat Covid 19 yang semakin menyengsarakan masyarakat membuat masyarakat mesti bertahan hidup dengan cara apapun. Namun panen ini, dihalangi oleh beberapa orang yang diduga berasal dari Kesatuan Brimob dengan menggunakan senjata lengkap yang dapat memicu konflik yang lebih luas.

Atas situasi tersebut, Wakil Direktur LBH Padang Indira Suryani meminta semua pihak apalagi institusi kepolisian untuk menghentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap petani Bidar Alam. Keberadaan Brimob di lokasi diduga menyalahi amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara dan dapat terkategori pada dugaan penyalahgunaan wewenang. Institusi kepolisian mesti tahu bahwa PT. RAP hingga saat ini tidak memiliki hak guna usaha (HGU) dan perizinan lainnya telah habis jangka waktunya sehingga tanah-tanah tersebut merupakan milik petani Bidar Alam bukan milik PT. RAP. Oleh sebab itu, kami akan sesegera mungkin meminta penjelasan tertulis dari Kepolisian Daerah Sumatera Barat atas penurunan anggotanya ke lokasi bidar alam.

Secara terpisah, Uslaini Direktur Eksekutif Walhi Sumbar meminta semua pihak untuk menahan diri dan menggunakan pendekatan persuasif serta menghindari terjadinya kontak fisik yang berujung kekerasan yang akan merugikan banyak pihak. Para pengambil kebijakan baik di tingkat Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Solok Selatan harus melakukan upaya penyelesaian persoalan ini secara cepat dan tidka berlarut. Pengerahan aparat keamanan oleh perusahaan dapat memicu konflik yang lebih besar jika aparat keamanan tidak bersikap netral.(ynt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *