Dibalik Penghadangan Massa Aksi 2019 GantiPresiden, Ini Penilaian Pengamat

RIAU (FokusKriminal.com) – Aksi massa #2019GantiPresiden yang dilaksanakan di Riau khususnya Kota Pekanbaru pada Minggu (26/8) kemarin banyak menuai kontroversi di tengah masyarakat, hal ini juga menyeret beberapa tokoh adat untuk angkat bicara tentang gagalnya aksi dan batalnya Neno Warisman ikut dalam kegiatan itu.

Dari sederet kontroversi yang terjadi di Bumi Lancang Kuning itu timbul keinginan spontan massa aksi #2019GantiPresiden untuk menurunkan Kapolda yang baru saja dilantik 3 hari sebelum aksi, selain itu juga ada isu yang berkembang yang menyebutkan bahwa massa yang menolak Neno Warisman ikut dalam aksi tersebut bukanlah orang asli Riau, hal ini tentunya mengundang berkembangnya isu SARA.

Disisi lain penghadangan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian di gerbang keluar Masjid An Nur jalan Hang Tuah terhadap massa aksi yang rencananya akan long marc dijalan Diponegoro dan orasi serta deklarasi di Tugu Pahlawan dinilai pengamat Kepolisian, Dr Yudi Krismen sebagai tindakan yang tepat.

Pria yang juga akademisi di Universitas Islam Riau (UIR) Pekanbaru itu mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian itu bertujuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban, guna menghindari konflik atau benturan fisik di lapangan seperti halnya yang terjadi pada hari Sabtu sebelumnya di Bandara SSK II Pekanbaru.

“Kalau pihak Kepolisian tidak mengambil tindakan tegas dengan cara menghadang massa untuk melakukan long marc, keadaan bisa saja menjadi panas, bahkan kejadian Sabtu (25/8) sore di SSK II bisa saja terulang kembali,” ungkap Dr Yudi Krismen kepada FokusKriminal.com melalui telepon selulernya.

Kendati demikian, Dr Yudi menegaskan bahwa massa juga memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan itu merupakan hak azazi manusia. “Yang dilakukan Massa itu tidak salah, namun karena ada penolakan dari pihak lain, maka keputusan yang telah diambil Polri sudah tepat,” imbuhnya.

Terkait penghadangan itu, Dr Yudi menilai hal tersebut tidak ada unsur keberpihakan atau terlibat pada salah satu kekuatan politik, sebab apabila aksi tersebut dibiarkan, maka bisa menyebabkan faktor kriminogen yang artinya suatu faktor yang dapat menyebabkan munculnya suatu tindak pidana baru.

“Saya nilai tindakan yang dilakukan Polri itu murni hanya karena faktor keamanan. Sebab hal itu sudah dipertibangkan dengan matang sebelum mengambil keputusan. Saya juga yakin kalau Polri tidak boleh berpolitik, karena Polri memiliki Undang-undang untuk tidak berpihak,” tutupnya.(Mly)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *